Kebebasan Sebagai Jembatan Transendensi: Menyelami Filsafat Eksistensial Mulla Sadra

Mungkin setiap dari kita pernah memiliki pertanyaan besar tentang hidup, untuk apa hidup?, bagaimana dan apa itu makna hidup?. Tentu hal ini seringkali menjadi tantangan dalam menjalani kehidupan, bahkan persoalan ini menjadi diskursus serius dalam kajian filsafat, yang mana sebagian besar filsuf di abad ke-18 berfokus pada persoalan eksistensialisme. cukup banyak filsuf yang membahas tentang makna hidup, namun kali ini saya hanya akan berfokus pada salah seorang filsuf eksistensialisme dari tradisi islam yang akrab disebut ‘Mulla Sadra’.

Ketika jean-Paul Sartre mengatakan bahwa manusia “terkutuk untuk bebas,” ia ingin menegaskan persoalan eksistensial manusia yang harus menentukan sendiri arah hidupnya dalam dunia yang absurd­, sebuah dunia tanpa makna bawaan. Bagi Sartre, kebebasan bukanlah pilihan, melainkan beban yang melekat pada eksistensi itu sendiri. Kita di lempar ke dunia ini tanpa panduan mutlak, oleh karena itu kita harus menciptakan esensi kita sendiri. Sunyi, gelisah, penderitaan, namun tak terhindarkan.

Namun, bayangkan jika kebabasan tidak di maknai sebagai kutukan, melainkan sebagai anugrah. Di sinilah Mulla Sadra menawarkan prespektif yang sangat berbeda.

Filosof besar dari tradisi islam ini memandang kebebasan bukan sebagai beban, melainkan sebagai “jembatan menuju transedensi” sebuah jalan yang memungkinkan manusia melampaui dirinya dan meraih makna yang lebih tinggi.Singkatnya kebebasan adalah bagian dari desain ilahi, sebuah potensi spiritual yang diberikan pada setiap kita agar bisa menjalin hubungan dengan Tuhan.