Loading...

Satu waktu, saya dan beberapa teman berada di pantai yang terletak di belakang kampus. Saat sedang bersantai, salah satu teman saya — sebut saja A — tiba-tiba melihat sebelah sandal yang mengapung di permukaan laut. Tanpa berpikir panjang, dengan spontan ia menyimpulkan bahwa kemungkinan besar ada seseorang yang tenggelam.

Peristiwa ini mencerminkan kecenderungan umum kita sebagai manusia: mudah sekali menarik kesimpulan dari suatu tanda atau kejadian. Namun sayangnya, banyak dari kesimpulan tersebut dibuat secara tergesa-gesa, tanpa pertimbangan yang matang. Seiring waktu, pengalaman pun menunjukkan bahwa kesimpulan yang terkadang kita putuskan dengan terburu-buru sering kali tidak tepat dan kurang proporsional.

Selanjutnya, kesimpulan yang kurang proposional itu menunjukkan adanya indikasi sesat pikir (fallacia, atau fallacy)yaitu kekeliruan yang disebabkan oleh pengambilan kesimpulan yang tidak sahih, sehingga melanggar ketentuan-ketentuan logika atau susunan dan penggunaan bahasa serta penekanan kata yang secara sengaja atau tidak, telah menyebabkan kesimpulan atau gagasan yang tidak tepat.

Padahal, logika memiliki peran penting dalam membentuk kemampuan berpikir yang rasional , kritis, tepat, tertib serta metodis dan koheren. Logika juga berguna untuk meningkatkan kemampuan berfikir secara abstrak, cermat, dan objektif, selain itu juga meningkatkan kesanggupan manusia untuk mencintai kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan (Jan Hendrik Raper 2012:5)

Sehingga secara sederhana, logika dapat didefinisikan sebagai seni dalam menarik kesimpulan. Logika juga bertujuan untuk menghindari jenis-jenis pengambilan kesimpulan yang tidak diandalakan. Kendati kesimpulan yang diambil seringkali tidak mampu memberikan kepastian, namun tingkat kemungkinan yang relatif tinggi sudah memadai bagi manusia untuk menindaklanjutinya.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, saya ingin membagikan sedikit pemikiran dari filsuf besar Bertrand Russell yang membahas tentang seni dalam menarik kesimpulan. Pemikiran ini menarik untuk disimak karena menyentuh inti dari proses berpikir logis dan rasional—suatu kemampuan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika kita dihadapkan pada berbagai informasi, argumen, dan keputusan yang tidak sahih.

Karya dan Pemikiran Bertrand Russel

Bertrand Arthur William Russel atau lebih akrab disapa Russel yang hidup sekitar tahun (1872-1970). Merupakan seorang filsuf asal Britania Raya. Ia telah menyumbangkan banyak pemikiran termasuk tentang seni menarik kesimpulan bertajuk The Art of Philosophizing & Other Essays.Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Berfikir ala Filsuf. Yang secara sederhana,membahas tentang kumpulan esai yang Pembahasannya berkisar pada seni berhitung dalam bidang matematika, logika, dan filsafat.Dalam suatu kesempatan yang lain Russel menulis, “Masalah yang sesungguhnya mencengkram dunia adalah orang-orang bodoh dan fanatik yang selalu yakin akan dirinya, sementara orang-orang bijak penuh dengan keraguan” (Bertrand Russel 2002:vi).

Seirama dengan karya Russel di atas, kesimpulan yang diambil manusia seringkali tidsk valid sekalipun dilakukan dengan begitu meyakinkan. Untuk membedakan antara orang yang kurang cakap/pintar dan orang yang pintar adalah dengan memiliki kemampuan mereka dalam seni berhitung. Russel percaya, bahwa orang yang kemampuan matematikannya memadai akan lebih berhasil mengembangkan kemampuannya untuk berfikir secara logis dan rasional juga memiliki kemampuan dalam pengambilan kesimpulan yang tepat.

Seni Menarik Kesimpulan Bertrand Russel; Deduktif dan Induktif

Menurut Russel, logika deduktif bermanfaat apabila dasar pemikiran umumnya diketahui, dan juga bila diasumsikan dengan melihat apakah konsekuensi-konsekuensinya sejalan dengan pengalaman (Bertrand Russel 2002:38). Contoh utama dari logika deduktif adalah matematika murni. Dalam bidang matematika murni, kita mengawalinya dengan perinsip-perinsip umum, dan selanjutnya mengambil kesimpulan dari pinsip-prinsip tersebut.

Meskipun demikian, Russel tidak bermaksud mengatakan bahwa semua argumen deduktif termasuk dalam matematika murni. Sebab, materi yang menjadi sasaran argumen tersebut mungkin berada di luar matematika. Misalnya dalam bidang hukum. Kadang logikanya disini cukup sederhana, yakni pembunuh harus dihukum mati, orang ini adalah pembunuh, jadi dia harus dihukum mati.

Jika kita melihat siloligisme dari Aristoteles, yaitu “Manusia tidak ada yang abadi; Socrates adalah manusia; jadi socrates juga tidak abadi”. Tentu hal ini diketahui melalui pengalaman-pengalaman di dunia. Ketiganya tidak memiliki kesamaan umum yang diperlukan oleh logika dan matematika.

Tidak mengherankan jika logika deduktif memiliki banyak kegunaan, meskipun tetap terbatas dalam penerapannya. Bertrand Russel, misalnya, tidak memberitahu kita apa yang harus kita yakini, tetapi ia menekankan bahwa jika seseorang mempercayai suatu premis, maka ia juga harus menerima konsekuensi logis dari premis tersebut. Dalam bukunya, Russel menyatakan, "Jika Anda percaya A, maka Anda harus percaya B." Sebagai contoh, jika seseorang meyakini bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama, maka secara logis ia juga harus menentang praktik perbudakan dan mendukung hak pilih bagi perempuan (Russel, 2002: 42–43).

Berbeda dengan logika deduktif, logika induktif sering kali dinilai lebih berguna dalam kehidupan sehari-hari karena memungkinkan generalisasi dari pengamatan empiris. Namun, metode ini juga jauh lebih rumit dan penuh ketidakpastian. Bentuk paling sederhana dari induksi adalah penghitungan atau pengamatan berulang terhadap hubungan antara peristiwa. Misalnya, jika dalam semua pengalaman yang diketahui, peristiwa A selalu diikuti atau disertai oleh peristiwa B, dan B selalu diikuti oleh C, maka kita cenderung menyimpulkan adanya pola berurutan yang tetap, tanpa lompatan logis seperti A langsung diikuti oleh C.

Contoh konkret dari logika induktif dapat dilihat dalam fenomena alam seperti pergantian malam dan siang. Kita secara naluriah memperkirakan bahwa malam akan selalu disusul oleh siang, karena itulah yang kita amati setiap hari. Namun, pengetahuan ilmiah yang lebih mendalam, seperti yang dikemukakan oleh beberapa astronot, menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu—misalnya karena pergeseran gelombang pasang atau rotasi bumi yang tidak stabil—ada kemungkinan bagian tertentu dari bumi terus-menerus menghadap matahari. Jika hal ini terjadi, maka malam tidak lagi secara otomatis diikuti oleh siang

Menurut Ruseel, logika induksi berkaitan dengan probabilitas, tidak hanya dalam arti bahwa kesimpulan dari suatu induksi tidak pernah lebih dari hanya sekedar kemungkinan, namun juga dalam cara lain. Misalnya, jika sebuah hipotesis yang sejalan dengan semua fakta yang ada mendorong Anda untuk memprediksikan sesuatu yang tampaknya sangat tidak mungkin, dan ternyata prediksi tersebut benar, maka kemungkinan besar hipotesis Anda juga benar (Bertrand Russel 2002: 54-55).

Tujuan dari logika induktif adalah untuk membentuk hukum-hukum umum dari peristiwa-peristiwa khusus. Sedangkan logika deduktif melakukan kebalikannya, ia dimulai dari dasar-dasar pemikiran umum. Pernyataan “dua kali dua sama dengan empat” adalah sama dengan pernyataan “satu lusin sama dengan dua belas”.

Tentu pernyataan di atas tidak perlu diuji dengan melakukan pengamatan, karena itu bukan merupakan hukum alam, namun merupakan keputusan kita tentang bagaimana menggunakan kata-kata. Inilah sebabnya mengapa matematika murni dapat dikerjakan tanpa pengamatan ataupun eksperimen atau biasa disebut Apriori.

Akan tetapi di luar logika dan matematika murni, pernyataan-pernyataan tentang dasar-dasar pemikiran umun tidak bisa diselesaikan dengan mudah. Penggunaan paling penting atas induksi adalah dalam membuat kesimpulan atas hipotesis-hipotesis yang akan diuji melalui pengamatan atau eksperimen. Sebagai contoh, jika akan dibangun sebuah jembatan rel kereta api, kita tentunya tidak perlu menunggu sampai ada kereta api yang lewat untuk mengetahui bahwa jembatan tersebut stabil atau tidak.

Dalam semua pembahasan di atas, memang banyak ditemukan penggunaan kata kemungkinan atau probabilitas. Seorang ahli logika modern menyadari bahwa dalam tingkatan tertentu semua pengetahuan manusia, hanya berupa kemungkinan, bukan pengetahuan yang pasti dan meyakinkan.

Oleh karena itu gagasan Bertrand Russel tentang logika deduktif dan logika induktif dapat dijadikan sebagai dasar untuk menarik sebuah kesimpulan di tengah arus teknologi dan informasi yang sangat cepat. Sehingga dapat mencegah terjadinya arus informasi yang dapat menyesatkan.

Referensi:

Russell, Bertrand. Berpikir ala Filsuf, terj. Basuki Heri Winarno. Yogyakarta: Ikon, 2002.

Hendrik Rapar, Jan. Pengantar Logika. Yogyakarta: Kanisius, 2012.

Lebih baru Lebih lama